Belajar dari Takmir

7 02 2008

Kehidupan kampus semakin hari semakin menuju arah kebebasan. Budaya – budaya yang tidak mendidik seperti hedonisme, pergaulan bebas, liberalisme, bahkan sex bebas dianggap sebagai hal biasa. Budaya – budaya tersebut bisa dengan mudahnya merasuk ke mental generasi – generasi muda sekarang. Sebagai bangsa yang berakhlaq tentunya kita harus sedikit merenung Bagaimana masa depan bangsa ini mendatang, jika tidak ada perbaikan mental?

Deden Anjar Herdiansyah (22) yang akrab dipanggil Ustadz Deden adalah salah satu dari sebagian kecil orang yang memikirkan nasib generasi muda sekarang. Mahasiswa angkatan 2003, jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta ini adalah Takmir sekaligus Imam di masjid Al Mujahiddin UNY. Di bawah bendera Takmir Al Mujahiddin ini beliau obsesi untuk menjadikan Takmir masjid bukan hanya sebagai pemakmur masjid, tetapi juga sebagai penggerak perubahan mahasiswa menuju lingkungan kampus yang lebih baik.

Senin sore selepas Ashar, 3 September 2007, kami menghampiri ustadz Deden di Aula Masjid Mujahiddin UNY. Beliau yang baru saja menunaikan tugasnya sebagai Imam sore itu menyambut Kami dengan senyum yang ramah. Ustadz Deden yang sudah satu tahun menjadi takmir masjid Al Mujahiddin pun mulai memaparkan pendapat – pendapatnya tentang kehidupan kampus baru – baru ini dan hal – hal yang menyangkut kegiatannya sebagai takmir masjid.

Saat kami bertanya tentang motivasi yang mendorong beliau untuk tetap menjadi takmir masjid, Beliau menjawab bahwa peran takmir sebagai pemakmur masjid tidak akan sia – sia. Pilihannya sebagai takmir adalah lebih pada motivasi diri sendiri untuk memperoleh pahala dari Allah SWT. Dari motivasi diri ini juga muncul sebuah obsesi untuk menjadikan takmir sebagai center atau dengan kata lain sebagai islamic center di lingkungan kampus UNY pada khususnya dan kampus di jogja pada umumnya.

Munurut pemaparan Ustadz Deden, ada beberapa perbedaan antara sebelum dan sesudah beliau menjadi takmir masjid. Menurut beliau pandangan hidup seseorang sangat bergantung pada lingkungan tempat dimana kita hidup. Jadi sangat jelas bahwa, saat kita berada di lingkungan yang kadang kita menemui hal – hal yang tidak sesuai dengan idealisme kita, kita harus dituntut untuk lebih kuat. Sedangkan saat kita berada di lingkungan masjid dalam hal ini adalah lingkungan takmir, secara otomatis pandangan hidup kita akan lebih tertata. Rukhiyah akan terjaga dan shalat jamaah kita akan tetap terjaga pula.

Saat kami minta pendapat tentang kehidupan mahasiswa sekarang yang cenderung menuju arah hedonisme, dengan tenang Ustadz Deden pun menaggapi. Menurut beliau,memang itulah sebenarnya tugas jajaran takmir. Takmir diharap mampu menjadi kendaraan bagi mahasiswa menuju ke arah yang lebih baik. Untuk menuju kepada hakikat manusia sebagai makhluk Allah SWT. Konsep inipun ternyata bukan cuma omongan tanpa bukti. Melalui Lembaga Pendidikan Islam yang merupakan bagian dari kegiatan Takmir Masjid Mujahiddin, langkah – langkah konkret untuk mencapai tujuan kehidupan kampus yang lebih baik pun mulai di tempuh. Mulai dari pendidikan Al Qur’an, kajian rutin dan insidental sampai kursus bahasa Arab pun mulai gencar digulirkan di lingkungan kampus.

Saat kami bertanya soal kendala yang dihadapi dalam menjalankan tugas sebagai takmir, dengan senyum simpul yang mengembang di wajahnya, beliau menjawab dengan sederhana. Kendala yang dihadapi pada umumnya menyangkut urusan teknis. Salah satu kendala yang paling besar adalah tentang status para takmir masjid yang umumnya masih mahasiswa. Sebagai mahasiswa mau tak mau kita harus pintar – pintar membagi waktu antara belajar dan kegiatan lain seperti kegiatan di takmir.

Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah tentang prinsip. Setiap orang hidup harus punya prinsip. Menurut Ustadz Deden ada satu prinsip yang selalu dipegangnya. “Tak ada hal lain yang Saya inginkan di sini selain perbaikan”, itulah sebaris kalimat yang menjadi prinsip hidup seorang Ustadz Deden. Belaupun menambahkan “Insya Allah yang saya inginkan bukan Harta, bukan pujian dan semoga Saya bisa istiqomah menjalani prinsip ini, biar bukan hanya jadi omongan”.(Cb)